Kamis, 07 Februari 2013

Ini Kisah Ku ..



Ini kisah ku,
Kutuliskan setelah ujian akhir semester 7 menjelang semester 8 STIE Bangkinang 2013  
Tidak tau harus dimulai dari mana dan sejak kapan ini terjadi
Tentang apakah yang harus terlebih dahulu aku tuliskan
Apakah tentang perjalanan hidup ini yang kadang membingungkan
Apakah tentang kisah cinta ku yang pada kenyataan nya tak perna terjadi di dunia nyata
__
Ini dimulai dibumi pesisir sumatera utara tempat kelahiran ku………………..


1997, tahun ini aku masih duduk di kelas 4 sekolah dasar tiga dolok desa kayu besar kabupaten deli serdang, sekarang telah menjadi serdang bedagai. Seperti kebanyakan anak seusiaku yang hanya bermain tanpa mengerti apa itu arti kehidupan aku tumbuh bersama alam dan asinnya air laut. Hidup di pesisir dengan orang tua sebagai petani padi yang hanya bercocok tanam satu tahun sekali dengan ibu hanya bekerja di rumah mengurusi rumah tangga serta bekerja sampingan menjadi buruh belah ikan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.
Siapa yang tak kenal aku, kadang malu bilang aku pulang ke kampung, yang terucap warga pasti si sulis masih bandel dan jahat ?, ya, inilah aku dengan semua tingkah ku dijuluki orang paling bandel dan jahat. Faktor lingkungan yang keras memaksa anak seusiaku menjadi keras pula padahal bapak ku seorang pengurus masjid, sebagai muazin dan orang terpandang dalam urusan agama di desaku, aku tetaplah aku yang masa bodoh dengan semua itu.
Bapak keturunan cina jawa, ibu keturunan jawa kelahiran sumatera maka jadilah aku sekarang ini. Anak seusiaku yang hidup di pesisir laut pantai sumatera berhadapan langsung dengan luasnya selat malaka juga harus terlibat dalam keluarga dalam mencari kebutuhan ekonomi, ini sudah lazim dan biasa mengingat memang warga pesisir bukan orang berada akan tetapi mayoritas orang tidak mampu.
Kepiting, cacing nipah, lokan, kerang, ikan, ya itulah korban kami setiap hari untuk mencari uang yang hanya sekedar mencari uang jajan bahkan dapat membantu ekonomi keluarga dari anak sekolah dasar kelas empat. Kerasnya kehidupan pesisir laut membuat kehidupan ini terasa indah dengan semua anugrah yang Allah berikan kepada kami dengan tidak mengenal lelah untuk terus hidup dan mengukir cita cita anak kecil ini.
Kini usiaku sudah 25 tahun, waktu itu tahun 1998, siapa yang tak mengingat tahun itu, tahun dimana era reformasi bergulir menumbangkan kekuasaan 32 tahun era orde baru presiden soeharto. Ditahun yang sama keluarga kami mencoba mengaduh nasib meninggalkan pesisir laut menuju daerah  tak dikenal, hanya dari cerita memiliki hutan yang lebat, pohon yang besar, berbagai jenis hewan seperti terdapat di buku pelajaran sekolah, daerah tujuan hidup baru ini bernama Riau, provinsi Riau tepatnya di daerah pasir pangaraian, Desa Kumu. Tahun itu masih merupakan wilayah administratif kabupaten kampar, selang setahun kemudian terjadi pemekaran menjadi kabupaten rokan hulu.
Daerah baru, suasana baru, yang pasti kawan baru. DU SKPC ini merupakan wilayah transmigrasi penduduk dari pulau jawa yang kini menjadi tempat baruku menuntut ilmu di kelas 5 sekolah dasar 032 pasir utama. Kehidupan terus berlanjut, bahkan kehidupan terasa semakin keras yang dulunya kami mempunyai tanah dan rumah sekarang keluarga harus menumpang di tempat orang, walaupun mereka masih saudara kami. Keras, itulah hidup ku, anak sekolah dasar kelas 5 ini harus kerja keras untuk membiayai uang sekolahnya sendiri setelah berjalan kaki beberapa kilo meter yang ditempuh setiap hari dari rumah sampai sekolah.
Ekonomi yang begitu sulit kehidupan serba susah menjadi penyambung kisah ku di tanah baru ini. Sepulang sekolah harus ke kebun orang menjadi buruh tani dengan upah jauh dari layak dan jauh dari pantas, walau bagaimanapun ini harus dijalani suka atau tidak suka.
2000, tahun ini aku telah duduk di bangku SLTP Negeri 04 Pasir Jaya, lebih 10 Kilo Meter harus di tempuh setiap hari dengan jalan kuning dengan sepeda yang jauh dari layak pakai, dapat dibayangkan apabila hujan turun, hanya bisa aku sebut luar biasa dan sangat luar biasa pengorbanan itu. Sudah dua tahun kami di riau kehidupan ekonomi juga belum membaik, untuk membiayai sekolah harus bekerja sendiri lagi, selepas pulang sekolah dari jarak puluhan kilo meter dengan sepeda harus kekebun mencari rizki Allah di tanah orang lain.
Menarik sangat menarik semangat hidup ku di jenjang ini dalam posisi anak seusika ku pada saat itu, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi ibu membantu ayah berjualan makanan pagi, sarapan pagi, gorengan dll. Dikalah anak lain masih terlelap tidur aku sudah berada di jalan untuk mengantar barang dangangan ibu di simpang melewati hutan lebat, tidak ada penerangan jalan yang ada hanya suara hewan dan jangkrik memecah keheningan subuh hari. Tidak jauh hanya 2 kilo meter, tapi itu sudah cukup membuat takut untuk anak seusiaku.
Hari jumat, ini hari yang sangat membahagiakan dan sangat menakutkan bagiku, dihari ini merupakan hari pasar di daerah sekolah ku otomatis sekolah memulangkan muridnya lebih awal. Menakutkan karena hari ini semua keperluan berdangang ibu aku yang membeli dari mulai wortel, daul coolll, ikan, sayur, cabai, dan berbagai pernak pernik rumah tangga. Dapat dibayangkan membawa semua benda itu dengan hanya naik sepeda begitu jauh untuk mendapatkan itu aku harus berpacu dengan waktu dan membuang rasa malu jauh jauh dan sangat jauh kepada teman teman sekolah.
Hidup adalah pelajaran bertahan dengan segala lika liku dan alurnya. Semua kehidupan keras itu sebagai ilmu dan pelajaran dimasa yang akan datang.
2004, kini aku telah duduk dibangku SLTA Negeri 01 Muara Rumbai Rambah Hilir dengan status yang sama, mencari biaya sekolah sendiri. Ini merupakan awal mula pertumbuhan remaja bagi ku. Lagi lagi pulang sekolah harus pergi ke kebun orang, jarak sekolah memang masih jauh, 15 KM dengan berbagai alat agar bisa sampai, ketika kawan kawan mempunyai kendaraan bermotor saya masih memakai sepeda. Ha ha ha itulah masa remaja ku di SLTA, alhamdulilah jalan tidak seburuk sewaktu SLTP dengan tanah kuningnya akan tetapi sudah aspal hitam yang mulus.
Prestasi sekolah ? sempat lupa, aku bukan orang pintar dan cerdas hanya keberuntungan saya rangking 36 dari 40 siswa ketika duduk di kelas 6 sekolah dasar, itu terus meningkat sewaktu SLTP tidak perna keluar dari 10 besar dan 5 besar ketika SLTA prestasi terus ditingkatkan walau tak perna juara 1, tak perna keluar dari rangking 10 besar dan 5 besar tertinggi sempat merasakan rangking 3 ketik penentuan jurusan IPA atau IPS. Organisasi dan ekstra kulikuler sekolah aktif di pramuka, dan beberapa kali menjadi pasukan pengibar bendera tingkat desa, kecamatan walau tak sampai kabupaten apalagi provinsi.
Pacar ? aku tak perna punya pacar hingga saat ini ketika usia ku 25, walau perna mencoba tapi tetap tidak punya. Sedikit kisah lucu dan memalukan untuk remaja seperti aku, dengan postur tubuh tinggi kulit putih rambut lurus akan tetapi tidak membantu dalam financial.
Sedikit saja aku kupas ketika masa SLTA, memang sih perna suka dengan beberapa gadis, akan tetapi tak perna tersampaikan, akan aku coba menghitungnya, Mimira, ehm, suka melihatnya, ketika melihatnya seakan dunia ini runtuh walau dari kejauhan, tidak tau dia juga suka atau tidak yang jelas tidak perna aku sampaikan apa yang ku inginkan. Mariatun, ehm, jujur sampai sekarang saya selalu teringat dia dan juga lagi lagi tak perna saya sampaikan apa yang terasa di hati ini.
Lulus SLTA tak tau mau kemana dan dimana, akhirnya aku meneruskan pendidikan di perguruan satu tahun kota pekanbaru. Institute komputer perhotelan indonesia. 

Bersambung ….