Ini kisah ku,
Kutuliskan setelah
ujian akhir semester 7 menjelang semester 8 STIE Bangkinang 2013
Tidak tau harus dimulai
dari mana dan sejak kapan ini terjadi
Tentang apakah yang
harus terlebih dahulu aku tuliskan
Apakah tentang
perjalanan hidup ini yang kadang membingungkan
Apakah tentang kisah
cinta ku yang pada kenyataan nya tak perna terjadi di dunia nyata
__
Ini dimulai dibumi
pesisir sumatera utara tempat kelahiran ku………………..
1997, tahun ini aku masih duduk di kelas 4 sekolah dasar tiga dolok desa
kayu besar kabupaten deli serdang, sekarang telah menjadi serdang bedagai.
Seperti kebanyakan anak seusiaku yang hanya bermain tanpa mengerti apa itu arti
kehidupan aku tumbuh bersama alam dan asinnya air laut. Hidup di pesisir dengan
orang tua sebagai petani padi yang hanya bercocok tanam satu tahun sekali
dengan ibu hanya bekerja di rumah mengurusi rumah tangga serta bekerja
sampingan menjadi buruh belah ikan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.
Siapa yang tak kenal aku, kadang malu bilang aku pulang ke kampung, yang
terucap warga pasti si sulis masih bandel dan jahat ?, ya, inilah aku dengan
semua tingkah ku dijuluki orang paling bandel dan jahat. Faktor lingkungan yang
keras memaksa anak seusiaku menjadi keras pula padahal bapak ku seorang pengurus
masjid, sebagai muazin dan orang terpandang dalam urusan agama di desaku, aku
tetaplah aku yang masa bodoh dengan semua itu.
Bapak keturunan cina jawa, ibu keturunan jawa kelahiran sumatera maka
jadilah aku sekarang ini. Anak seusiaku yang hidup di pesisir laut pantai
sumatera berhadapan langsung dengan luasnya selat malaka juga harus terlibat
dalam keluarga dalam mencari kebutuhan ekonomi, ini sudah lazim dan biasa
mengingat memang warga pesisir bukan orang berada akan tetapi mayoritas orang
tidak mampu.
Kepiting, cacing nipah, lokan, kerang, ikan, ya itulah korban kami setiap
hari untuk mencari uang yang hanya sekedar mencari uang jajan bahkan dapat
membantu ekonomi keluarga dari anak sekolah dasar kelas empat. Kerasnya
kehidupan pesisir laut membuat kehidupan ini terasa indah dengan semua anugrah
yang Allah berikan kepada kami dengan tidak mengenal lelah untuk terus hidup
dan mengukir cita cita anak kecil ini.
Kini usiaku sudah 25 tahun, waktu itu tahun 1998, siapa yang tak
mengingat tahun itu, tahun dimana era reformasi bergulir menumbangkan kekuasaan
32 tahun era orde baru presiden soeharto. Ditahun yang sama keluarga kami
mencoba mengaduh nasib meninggalkan pesisir laut menuju daerah tak dikenal, hanya dari cerita memiliki hutan
yang lebat, pohon yang besar, berbagai jenis hewan seperti terdapat di buku
pelajaran sekolah, daerah tujuan hidup baru ini bernama Riau, provinsi Riau
tepatnya di daerah pasir pangaraian, Desa Kumu. Tahun itu masih merupakan
wilayah administratif kabupaten kampar, selang setahun kemudian terjadi
pemekaran menjadi kabupaten rokan hulu.
Daerah baru, suasana baru, yang pasti kawan baru. DU SKPC ini merupakan
wilayah transmigrasi penduduk dari pulau jawa yang kini menjadi tempat baruku
menuntut ilmu di kelas 5 sekolah dasar 032 pasir utama. Kehidupan terus
berlanjut, bahkan kehidupan terasa semakin keras yang dulunya kami mempunyai
tanah dan rumah sekarang keluarga harus menumpang di tempat orang, walaupun
mereka masih saudara kami. Keras, itulah hidup ku, anak sekolah dasar kelas 5
ini harus kerja keras untuk membiayai uang sekolahnya sendiri setelah berjalan
kaki beberapa kilo meter yang ditempuh setiap hari dari rumah sampai sekolah.
Ekonomi yang begitu sulit kehidupan serba susah menjadi penyambung kisah
ku di tanah baru ini. Sepulang sekolah harus ke kebun orang menjadi buruh tani
dengan upah jauh dari layak dan jauh dari pantas, walau bagaimanapun ini harus
dijalani suka atau tidak suka.
2000, tahun ini aku telah duduk di bangku SLTP Negeri 04 Pasir Jaya,
lebih 10 Kilo Meter harus di tempuh setiap hari dengan jalan kuning dengan
sepeda yang jauh dari layak pakai, dapat dibayangkan apabila hujan turun, hanya
bisa aku sebut luar biasa dan sangat luar biasa pengorbanan itu. Sudah dua
tahun kami di riau kehidupan ekonomi juga belum membaik, untuk membiayai
sekolah harus bekerja sendiri lagi, selepas pulang sekolah dari jarak puluhan
kilo meter dengan sepeda harus kekebun mencari rizki Allah di tanah orang lain.
Menarik sangat menarik semangat hidup ku di jenjang ini dalam posisi anak
seusika ku pada saat itu, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi ibu membantu ayah
berjualan makanan pagi, sarapan pagi, gorengan dll. Dikalah anak lain masih
terlelap tidur aku sudah berada di jalan untuk mengantar barang dangangan ibu
di simpang melewati hutan lebat, tidak ada penerangan jalan yang ada hanya
suara hewan dan jangkrik memecah keheningan subuh hari. Tidak jauh hanya 2 kilo
meter, tapi itu sudah cukup membuat takut untuk anak seusiaku.
Hari jumat, ini hari yang sangat membahagiakan dan sangat menakutkan
bagiku, dihari ini merupakan hari pasar di daerah sekolah ku otomatis sekolah
memulangkan muridnya lebih awal. Menakutkan karena hari ini semua keperluan
berdangang ibu aku yang membeli dari mulai wortel, daul coolll, ikan, sayur,
cabai, dan berbagai pernak pernik rumah tangga. Dapat dibayangkan membawa semua
benda itu dengan hanya naik sepeda begitu jauh untuk mendapatkan itu aku harus
berpacu dengan waktu dan membuang rasa malu jauh jauh dan sangat jauh kepada
teman teman sekolah.
Hidup adalah pelajaran bertahan dengan segala lika liku dan alurnya.
Semua kehidupan keras itu sebagai ilmu dan pelajaran dimasa yang akan datang.
2004, kini aku telah duduk dibangku SLTA Negeri 01 Muara Rumbai Rambah
Hilir dengan status yang sama, mencari biaya sekolah sendiri. Ini merupakan
awal mula pertumbuhan remaja bagi ku. Lagi lagi pulang sekolah harus pergi ke
kebun orang, jarak sekolah memang masih jauh, 15 KM dengan berbagai alat agar
bisa sampai, ketika kawan kawan mempunyai kendaraan bermotor saya masih memakai
sepeda. Ha ha ha itulah masa remaja ku di SLTA, alhamdulilah jalan tidak
seburuk sewaktu SLTP dengan tanah kuningnya akan tetapi sudah aspal hitam yang
mulus.
Prestasi sekolah ? sempat lupa, aku bukan orang pintar dan cerdas hanya
keberuntungan saya rangking 36 dari 40 siswa ketika duduk di kelas 6 sekolah
dasar, itu terus meningkat sewaktu SLTP tidak perna keluar dari 10 besar dan 5
besar ketika SLTA prestasi terus ditingkatkan walau tak perna juara 1, tak
perna keluar dari rangking 10 besar dan 5 besar tertinggi sempat merasakan
rangking 3 ketik penentuan jurusan IPA atau IPS. Organisasi dan ekstra
kulikuler sekolah aktif di pramuka, dan beberapa kali menjadi pasukan pengibar
bendera tingkat desa, kecamatan walau tak sampai kabupaten apalagi provinsi.
Pacar ? aku tak perna punya pacar hingga saat ini ketika usia ku 25,
walau perna mencoba tapi tetap tidak punya. Sedikit kisah lucu dan memalukan
untuk remaja seperti aku, dengan postur tubuh tinggi kulit putih rambut lurus
akan tetapi tidak membantu dalam financial.
Sedikit saja aku kupas ketika masa SLTA, memang sih perna suka dengan
beberapa gadis, akan tetapi tak perna tersampaikan, akan aku coba
menghitungnya, Mimira, ehm, suka melihatnya, ketika melihatnya seakan dunia ini
runtuh walau dari kejauhan, tidak tau dia juga suka atau tidak yang jelas tidak
perna aku sampaikan apa yang ku inginkan. Mariatun, ehm, jujur sampai sekarang
saya selalu teringat dia dan juga lagi lagi tak perna saya sampaikan apa yang
terasa di hati ini.
Lulus SLTA tak tau mau kemana dan dimana, akhirnya aku meneruskan
pendidikan di perguruan satu tahun kota pekanbaru. Institute komputer
perhotelan indonesia.
Bersambung ….